Tuesday, March 27, 2012

Rahasia Rasa Senang

Pagi ini lalu lintas kota Jakarta seburuk pada pagi-pagi yang lain. Semua orang bergegas-gegas menuju tempat kerja. Mikrolet, metromini, kopaja, bajaj, mobil pribadi, dan sepeda motor bersaing memperebutkan ruang di jalanan Jakarta yang tak pernah berkembang.

Melintasi Jalan Kalibata, Dewi Sartika, Otista, sampai Matraman tak membutuhkan waktu yang terlalu lama. Tiga puluh menit adalah waktu yang patut disyukuri, walaupun sewajarnya jarak itu bisa ditempuh dalam lima belas menit saja.

Belok ke arah jalan Proklamasi, keadaan tak lagi sebaik sebelumnya. Kendaraan dari arah jalan Pramuka sudah mengantri menuruni jembatan. Belajar dari para pengemudi metromini, aku meminjam gaya mereka menyelap-nyelip di antara kendaraan. Lintasan ke arah Menteng hingga Bundaran HI pun akhirnya membutuhkan waktu tempuh tiga puluh menit.

Radio LiteFM menyiarkan lagu-lagi lembut keluaran era tahun 80-90an. Tak jarang aku jadi ikut menyendandungkan lagu-lagu yang akrab di telingaku pada masa sekolahku dulu. Lagu-lagu itu memanggil kenangan-kenangan lama melintas ke dalam pikiranku. Tak ada yang istimewa sih, tapi cukup membuat aku melupakan sesak dan semrawutnya lalu lintas.

Kulihat jam di mobil menunjukkan waktu pukul 8.15 saat aku sampai di tempat aku harus mencari nafkah di bilangan Kebon Kacang. Jadi dari rumah sampai ke situ aku harus membutuhkan waktu satu jam tiga puluh menit. Jarak sekitar lima belas kilometer harus ditempuh selama satu setengah jam!

Aku tergoda untuk merasa marah. Tak terima dengan keadaan ini. Tapi, hei, tiba-tiba aku menyadari sesuatu. Sesaat sebelum aku melirik jam itu, suasana hatiku senang dan tenang. Jadi, mengapa aku merasa harus marah dengan keadaan. Memang keadaan tak seideal yang seharusnya. Tapi punya pilihan: melupakan dan tetap merasa senang, atau memikirkan dan marah karena itu.

"Happiness lies in your own hands...." terngiang di telingaku suara Madonna menyanyikan lagu "Secret" yang kudengar enam belas tahun yang lalu kala aku tinggal di rumah Dea, temanku. Baiklah, aku memutuskan untuk mempertahankan rasa senangku ini. Dan kesesakan hidup di Ibukota tak lagi menjadi pengusir rasa senangku.

Kebon Kacang, 27 Maret 2012

No comments:

Barbra Streisand : The way we were

Memories

Light the corners of my mind

Misty watercolor memories

Of the way we were

Scattered pictures

Of the smiles we left behind

Smiles we gave to one another

For the way we were

Can it be that it was all so simple then

Or has time rewritten every line

If we had the chance to do it all again

Tell me - Would we? Could we?

Memories

May be beautiful and yet

What's too painful to remember

We simply choose to forget

So it's the laughter

We will remember

Whenever we remember

The way we were

So it's the laughter

We will remember

Whenever we remember

The way we were